Pages

Kamis, Februari 23

ANALISIS HISTORIS UNDANG UNDANG MENGENAI KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN INDONESIA


ANALISIS HISTORIS
UNDANG UNDANG MENGENAI KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Permasalahan


Pajak merupakan sumber keuangan bagi Negara yang sangat besar, bahkan merupakan penyokong utama dalam menggerakkan roda pemerintahan Indonesia, sehingga diperlukan suatu ketaatan dari masyarakat agar memiliki kesadaran yang baik untuk membayar pajak. Salah satu yang memiliki peran agar pajak dapat dipungut pemerintah dengan  baik dan efisien adalah dibuatnya suatu ketentuan perundangan yang mengatur mengenai tata cara perpajakan. Ketentuan perpajakan ini haruslah memuat hal – hal yang dapat membuat wajib pajak memiliki kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan kewajiban perpajajakannya.

Disamping itu pemerintah juga harus mengupayakan dengan sedemikian rupa sehingga dalam melaksanakan pemungutan pajak serta mengelola hasil pajak yang dihimpun dari masyarakat bertanggung jawab dengan baik atas tugas yang diembannya, serta menyelenggarakan pemerintahan dengan akuntabilitas yang baik dan transparan, sehingga terjadi keseimbangan. Dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik tentunya akan berpengaruh positif bagi wajib pajak untuk memiliki rasa ikut betanggung jawab dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.

Dalam menyelenggarakan kepentingan umum untuk mewujudkan kesejahteraan kadangkala pemerintah melanggar hak-hak masyarakat terutama dalam pemungutan pajak, Hal ini dapat dihindari jika pemerintah menghayati dan menaati hukum pajak yang berlaku. Hukum harus dapat menjadi alat untuk mengadakan pembaharuan dalam masyarakat (social engineering), artinya hukum dapat menciptakan kondisi yang harmonis dalam memperbaiki kehidupannya [1].

Ketentuan perpajakan tentunya harus melihat berbagai aspek yang berkembang dalam masyarakat, agar ketentuan perundangan yang ada dapat dijadikan pedoman bagi penyelenggara pemerintahan maupun wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam perpajakan. Diperlukan suatu kajian yang terus menerus oleh penyelenggara negera agar ketentuan atau undang undang yang dibuat dapat menjadi pedoman bagi semua pihak, baik wajib pajak maupun penyelenggara negara.

Sesuai dengan latar belakang penulisan makalah ini penulis akan mencoba menguraikan permasalahan tentang “ANALISIS HISTORIS UNDANG UNDANG TENTANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah


Terkait dengan uraian diatas, mengingat cakupan perpajakan ini sangat luas, serta masih terbatasnya wawasan penulis,  maka penulis membatasi uraian hanya pada landasan sosiologis, landasan politis, landasan ekonomis dan ketersesuaian undang undang tentang ketentuan umum perpajakan dengan Falsafah Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tulisan ini dimaksudkan untuk lebih memperdalam pemahaman penulis akan Hukum  Perpajakan, khususnya mengenai hal hal yang melatar belakangi undang undang tersebut,  juga dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya. Sehingga diharapkan penulisan ini  dapat dimanfaatkan sebagai masukan bagi masyarakat dan sekaligus sebagai referensi bagi pembaca, untuk menambah kepustakaan yang  telah dimiliki.
Keterbatasan penulis dalam memahami literatur yang ada, juga karena masih dangkalnya pemahaman penulis, tentunya masih banyak sekali kekurangan dalam tulisan ini, harapan penulis dengan menulis akan semakin menambah wawasan penulis dalam membahas suatu permasalahan yang ada.


BAB II

PEMBAHASAN

1.     Pengertian Pajak


Pajak menurut Pasal 1 Undang undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro,-S.H,  Pajak ialah iuran rakyat kepada khas Negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Bayak sekali definisi definisi yang diberikan oleh para ahli mengenai pajak ini, yang pada pokoknya adalah memuat kewajiban menyisihkan sebagian kekayaan wajib pajak dan diserahkan kepada Negara untuk menyelenggarakan kepentingan umum.

Perundang undangan perpajakan yang ada tentunya harus dibuat oleh pembuat kebijakan dalam hal ini penyelanggara pemerintahan dengan persetjuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan arif, dengan memperhatikan hal hal yang mendasar yang berkembang didalam masyarakat. Kultur budaya, tingkat perekonomian, kematangan berfikir dan kemampuan bertindak yang ada dalam masyarakat  juga sangat berpengaruh dalam pergaulan masyarakat pada umumnya.

Tingkat pemahaman ini biasanya akan berpengaruh terhadap dua segi yaitu segi positif dan segi negatif, karena pada prinsipnya seseorang itu tidak ingin kekayaan yang dimilikinya dengan melakukan kerja keras dan usaha yang tidak mudah dengan begitu saja menyerahkan begitu saja kepada pihak lain dalam hal ini Negara untuk kepentingan umum, dengan demikian maka diperlukan suatu peraturan perundangan yang dapat dengan baik memaksa masyarakat untuk membayar pajak.

Dari segi positifnya masyarakat akan semakin sadar dan memahami bahwasanya kepentingan kepentingan umum juga menjadi salah satu tugas bersama, bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja melainkan tugas kita sebagai warga masyarakat, sedangkan dari segi negatifnya sebagaian masyarkat akan selalu mencari cara bagaimana dapat menghindari kewajiban pajaknya, atau menekan seminimal mungkin pengeluaran untuk membayar pajak.

2.     Perundangan KUP ditinjau dari sudut pandang Sosiologis


Undang undang No. 16 Tahun 2007  Tentang perubahan ketiga tentang Ketentuan umum Perpajakan, adalah merupakan perbaikan perundangan dari undang undang sebelumnya. Kultur dan budaya masyarakat merupakan faktor yang menjadi  pertimbangan penting dalam penyusunan suatu perundangan. Karena sejauh mana keefektifan sebuah perundangan adalah berdasarkan sejauh mana undang undang itu dapat mengakomodir kepentingan masyarakat serta sejauhmana perundangan ini dapat diterapkan.

Didalam konsideran Undang undang No. 6 tahun 1983 Tentang ketentuan umum Perpajakan disebutkan bahwa  “Sistem perpajakan yang merupakan landasan pelaksanaan pemungutan pajak negara yang selama ini berlaku, tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia baik dalam segi kegotongroyongan nasional maupun dalam laju pembangunan nasional yang telah dicapai”. [2]

Pada perjalanan sebuah Negara  berikutnya tentu terjadi perubahan dalam masyarakat, sehingga hal ini juga tentunya harus dibarengi dengan ketentuan ketentuan baru yang dapat mewakili kepentingan masyarakat, agar kesinambungan dapat terus berjalan. Sehingga perundangan yang ada perlu untuk revisi atau diperbaharui, agar kepentingan kepentingan baik itu kepentingan masyarakat maupun kepentingan pemerintah dapat tetap berjalan dengan baik.

Didalam konsideran Perundangan tentang ketentuan Umuum Perpajakan perpajakan nomor  No. 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas  1994 Tentang Perubahan Atas Undang- Udang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa :  “Pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya dibidang perekonomian, termasuk perkembangan bentuk-bentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan usaha yang belum tertampung dalam Undang undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”. [3]

Dalam setiap pembuatan perundangan tentunya tidak akan mungkin kemudian menjadi sempurna, karena perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, juga selalu berubah,  “Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.” [4]

3.     Perundangan KUP ditinjau dari sudut pandang Politis


Tujuan secara politis penyelenggaraan peraturan perpajakan, adalah demi berlangsungnya penyelenggaraan suatu Negara, penyediaan penyediaan fasilitas fasilitas umum sehingga dalam membuat suatu perundangan sangat diperlukan metode-metode khusus agar misi atau tujuan dari Negara dapat berlangsung dengan baik. Hal ini tercermin dalam landasan pembuatan perundangan dimaksud. Konsideran Undang undang No. 6 Tahun 1983, disebutkan bahwa: “Sistem perpajakan yang tertuang didalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku selama ini belum dapat menggerakan peran serta semua lapisan subjek pajak yang besar peranannya dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri dan sangat diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan meningkatkan pembangunan nasional“. [5]
Reformasi perpajakan digulirkan pemerintah. Penggodokan RUU Perpajakan ada di tangan DPR. Amandemen atau perubahan meliputi tiga draf RUU Perpajakan dari paket perpajakan tahun 2000 yakni UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Intinya adalah menurunkan tarif, memberikan insentif, mengubah subjek dan objek pajak agar kompetitif.
Politik hukum nasional di bidang perpajakan tercantum dalam UUD 1945 Pasal 23A, yang menentukan bahwa, ”pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan UU”. Artinya, pungutan pajak oleh pemerintah dalam menyelenggarakan fungsi pajak untuk menopang pemasukan pajak ke kas negara dan juga menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi dan sosial, harus mendapat persetujuan rakyat melalui wakilnya yang duduk di DPR.
Pada periode selanjutnya kondisi masyarakat juga semakin berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, konsekwensi yang timbul adalah sejauh mana efektifitas sebuah perundangan perpajakan, kepatuhan masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya juga menjadi tolok ukur perlu tidaknya perubahan perundangan perpajakan dilakukan perubahan.
Ketidak tepatan analisis juga berdampak terhadap efektifitas sebuah perundangan, “Dalam Perubahan ketiga UU KUP yang mewajibkan pemilikan NPWP dan akan dilakukan dalam waktu yang singkat, dengan penalti yang jika dilaksanakan berpotensi menimbulkan keresahan. Sementara itu, bagi instansi perpajakan, manfaat yang diperoleh dari puluhan juta pemilik NPWP baru adalah amat kecil, karena sebagian terbesar mereka adalah pekerja yang hanya memiliki penghasilan tunggal dan dapat dipastikan akan menyampaikan SPT Nihil.[6]

Kondisi ini tercermin dalam konsideran UU No 9 Tahun 1994, yakni ; “dalam upaya untuk selalu menjaga agar perkembangan seperti tersebut di atas dapat tetap berjalan sesuai dengan kebijakan pembangunan yang bertumpu pada Trilogi Pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, dan agar lebih dapat diciptakan kepastian hukum yang berkaitan dengan aspek perpajakan, diperlukan angkah langkah penyesuaian terhadap Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan [7]

4.     Perundangan KUP ditinjau dari sudut pandang Ekonomis


Setiap perundangan yang dibuat tentunya sangat memperhatikan keadaan social masyarakat yang ada pada saat undang undang tersebut disusun, karena pada dasarnya undang undang disusun untuk dapat dilaksanakan sebagaimana tujuan dari dibuatnya undang undang tersebut. Pada tahun 1983, misalnya dalam pembuatan undang undang terkait dengan perpajakan yang menjadi tolok ukurnya adalah keadaan ekonomi masyarakat pada tahun itu seperti apa kecenderungan pengkatan taraf hidup masyarakat kedepan bagimana, itulah yang menjadi latar belakang pembuatan undang uandang tersebut.

Hal ini dapat dilihat dari konsideran Undang undang saat itu, yakni ;  “Sistem perpajakan yang merupakan landasan pelaksanaan pemungutan pajak negara yang selama ini berlaku, tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia baik dalam segi kegotong royongan nasional maupun dalam laju pembangunan nasional yang telah dicapai [8]

Perundangan tentunya tidak akan relevan lagi diterapkan apabila tingkat perekonomian masyarakat telah berkembang, hal ini tercermin pada saat diberlakukannya UU perpajakan tahun 1994, yakni ;  “Pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya di bidang perekonomian, termasuk perkembangan bentuk-bentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan usaha yang belum tertampung dalam Undang undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” [9]
Perkembangan tehnonolgy tentunya akan banyak mempengaruhi system perekonomian suatu Negara, hal ini juga berlaku bagi Negara Indonesia, khususnya terkait dengan kewajiban perpajakan, sehingga diperlukan perubahan perangkat hukum yang mengatur tentang perpajakan, dalam upaya untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada, yakni ; “Wajib Pajak serta agar lebih dapat diciptakan kepastian hukum, perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994. [10]

Perubahan akan terus menerus terjadi, baik dalam bidang teknologi dan informasi, kebudayaan, sosial maupun ekonomi masyarakat, hal ini dapat dilihat dari sering dirubahnya perundangan yang ada untuk mengakomodir terjadinya pergeseras pola piker masyarakat pada saat itu, tidak terkecuali perubahan terkait dengan perundangan perpajakan. Masyarakat maupun ppenyelenggara pemerintahan tentuanya menginginkan tata cara perpajakan ini dapat diterapkan secara mudah, efisien dan efektif serta ekonomis, hal ini dapat dilihat dari konsideran dalam undang undang tersebut, yakni ;   “Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000”. [11]

Dalam peraturan peraturan pendukung perpajakan lainnya yang diterbitkan oleh menteri keuangan, maupun dirjen pajak, banyak sekali mengatur mengenai bagaimana pelaksanaan perpajakan ini dapat berjalan secara efisien dan ekonomis,  misalnya dalam pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 21  dapat dilakukan dengan efisien dan cepat, kalau sebelum undang undang ini diberlakukan pelaporan mutlak harus dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak setempat, dengan konsekwensi mengantri pada saat saat batas akhir pelaporan pph pasal 21, biasanya terjadi pada akhir bulan Maret, kini sudah tidak lagi harus dilakukan di KPP, tetapi dapat dilakukan dibanyak tempat dengan disediakan dropbox, misalnya di mall atau pertokoan pertokoan besar, di bank bank dan sebagainya.

Dalam hal pembuatan laporan pajak penghasilan PPh Pasal 21, misalnya, dalam ketentuan sebelumnya, khususnya perusahan perusahaan harus mencetak formulir 1721 A1, untuk seleruh karyawan yang memiliki penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk Kantor Pelayanan pajak (KPP) dan untuk karyawan , kini sudah tidak lagi diperlukan sudah cukup dengan menggunakan e-SPT.

Itulah sebagian contoh perubahan – perubahan yang ada dalam bidang perpajakan yang dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya lebih mengarah terhadap efisiensi dan memudahkan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.   

5.     Keselarasan Perundangan KUP dengan Pancasila dan UUD 1945


Indonesia sebagai negara hukum, bercirikan negara kesejahteraan (Welfare State) yang berkehendak untuk mewujudkan keadilan bagi segenap rakyat Indonesia. Dalam negara kesejahteraan modern, tugas pemerintah dalam menyelenggarakan kepentingan umum menjadi sangat luas dan kadangkala melanggar hak-hak masyarakat dalam melakukan pemungutan pajak. Hal ini dapat dihindari jika pemerintah menghayati dan menaati hukum pajak yang berlaku. Pemungutan pajak di Indonesia memiliki falsafah  Panca Sila dan Undang-Undang Dasar 1945, tepatnya dalamPasal 23-A UUD 1945 hasil amandemen ke 4 yang berbunyi: “Pajak dan Pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”

Bahwa pajak harus diatur dengan undang-undang mencerminkan bahwa pungutan pajak ditentukan bersama-sama rakyat melalui wakil-wakilnya di DPR termasuk penentuan besarnya tarif pajak. Dengan demikian reformasi berkelanjutan dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran-serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Setiap perundangan yang diterbitkan harus selalu memperhatikan keselarasan dengan landasan ideologi Negara. Begitu pula dengan undang undang undang perpajakan yang sejak pertama diundangkannya ketentuan perpajakan hingga perubahan ketiga, selalu mengacu pada landasan dasar ideology Negara.

Hal ini dapat dilihat dari konsideran perundangan perpajakan, yakni pada undang undang perpajakan tahun  1983 ;  “ Pasal 5 ayat (1) “Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”, Dalam Undang undang Dasar 1945, Pasal 20 ayat (1) ” Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-undang”, dan Pasal 23A ayat (2) “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.


DAFTAR PUSTAKA


·         UNDANG UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
·         Undang-Undang Nomor 6  Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
·         Undangundang Nomor 16 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
·         Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
·         Makalah Hukum perpajakan, Dosen pengampu………….
·         www.wikipedia.co.id
·         www.kompas.com
·         www.setneg.go.id
·         www.ortax.org.com
·         www.suaramerdeka.com


[1] Deden Sumantry, S.H., M.H., Tax reform as a balanced legal protection between tax payers and the tax authorities as the implementation of taxation law, hal 1


[2] Konsideran Undang undang No. 6 tahun 1983
[3] Undang undang No. 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas  1994 Tentang Perubahan Atas Undang- Udang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
[4] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
[5]  UUNo 6 tahun 1983
[6] Rahmat S, Kompas; 24/10/2005, www.suaramerdeka.com/harian/0512/01/opi4.htm
[7] UU No 9 Tahun 1994
[8]  UU no 6 tahun 1983
[9] UU No 9 Tahun 1994
[10] UU No 16 tahun 2000
[11]  UU No 28 Tahun 2007
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar